Gaya Hidup Kekinian

Bisnis

APBN Tak Lagi Penopang Utama Ekonomi 2021, Begini Penjelasan Kemenkeu

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyoroti komponen penopang perekonomian Indonesia sepanjang 2 tahun terakhir. Sepanjang 2020, kata dia, hanya APBN alias konsumsi pemerintah yang jadi penopang utama perekonomian.

Sementara di 2021, APBN tidak lagi jadi satu-satunya tulang punggung utama. Sebab, komponen penopang lain sudah ikut tumbuh hingga semester pertama dan memperkuat perekonomian.

“Ini yang diharapkan bisa dilanjutkan dalam bulan-bulan ke depan,” kata Febrio dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2021.

Febrio mencatat semua komponen lain selain konsumsi pemerintah tumbuh negatif tahun lalu. Contohnya seperti konsumsi rumah tangga yang tumbuh negatif sepanjang 2020, kecuali pada kuartal 1 yaitu 2,8 persen. Tapi mulai 2021. Tapi di 2021, konsumsi rumah tangga tumbuh pada kuartal 2 sebesar 5,9 persen.

Lalu, komponen investasi tumbuh mayoritas tumbuh negatif di setiap kuartal 2020. Tapi pada 2021, sudah ikut tumbuh hingga pada kuartal 2 sebesar 7,5 persen. Terakhir yaitu ekspor dan impor yang tumbuh negatif di 2020, tapi sudah tumbuh di kuartal 2 2021 sebesar 31,8 persen dan 31,2 persen.

Di sisi lain, Febrio mengatakan konsumsi pemerintah selama 2020 selalu tumbuh positif, kecuali pada kuartal 2 terkontraksi minus 6,9 persen. Sementara di 2021, angkanya kembali tumbuh positif, hingga terakhir pada kuartal 2 tercatat tumbuh 8,1 persen.

12 Selanjutnya

Hingga semester I 2021, Febrio mencatat realisasi konsumsi pemerintah mencapai 1,7 triliun atau tumbuh 9,4 persen. Di dalamnya ada belanja pemerintah pusat dengan realisasi mencapai Rp 796 triliun atau tumbuh 19,1 persen.

Ada lima komponen di dalam belanja pemerintah pusat, di mana porsi terbesar untuk belanja barang Rp 178 triliun atau melonjak 79,1 persen. Lalu, belanja modal Rp 71,6 triliun atau tumbuh 90,2 persen dan subsidi Rp 79,9 triliun atau tumbuh 12,8 persen.

Sementara, belanja bantuan sosial alias bansos Rp 76 triliun yang turun 23,6 persen. Tapi, Febrio mengatakan penurunan ini jangan disalahartikan sebagai pengurangan kekuatan dalam hal bansos.

Sebab, kata dia, banyak belanja Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) memang mulai didorong untuk dilakukan kementerian dan lembaga. Sehingga, angkanya justru akan terlihat di komponen barang dan modal. “Sehingga banyak untuk kepentingan masyarakat,” kata dia.

Sementara di luar belanja pemerintah pusat, di APBN juga tercatat Transfer ke Daerah dan Dana Desa atau TKDD. Realisasinya Rp 373 triliun atau minus 6,8 persen.

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *